Total Tayangan Halaman

Kamis, 29 September 2022

SASTRA JENDRA YUNINGRAT PANGRUWATING DIYU (003)

 

03.

Raja negara Gardapura itu menundukkan wajahnya sebentar, tak lama kemudian kembali menengadah menatap Wisrawa, lalu sambil menyembah diapun menjawab :

 

“Seperti yang telah kukatakan di depan, pastilah hanya karena menghormati pepatah bahwa tidak baik jadinya kalau “ndhisiki kersa”, Tuan menayakan hal itu padaku. Baiklah Sang Resi sesungguhnya kepergianku ini menuju negeri Langka atau negeri Alengka, Adapun tujuanku ialah melamar putera Prabu Sumali yang bernama Sukesi untuk kuangkat menjadi permaisuri di negaraku. Karena meskipun saat ini istri-istriku sudah puluhan jumlahnya, namun ada satupun yang memenuhi syarat untuk kuangkat menjadi Permaisuri. Adapun Dewi Sukesi, menurut wangsit yang diterima ahli nujumku, entah siapapun suaminya kelak Dewi Sukesi akan melahirkan putera-puteri yang semuanya memiliki kesaktian di atas rata-rata manusia dan raksasa, bahkan kesaktian putera-puteri dewi Sukesi kelak bisa disejajarkan dengan kesaktian Sang Hyang Surapati, Senapati Agung Kahyangan Jonggirisalaka. Nah, setelah aku sampaikan dengan jujur apa yang Tuan tanyakan, sekarang aku mohon Sang Resi segera berkenan memberiku berkah, agar keinginanku menyunting Dewi Sukesi itu bisa terlaksana”.

 

Mendengar jawaban Prabu Gardapati seperti itu, Resi Wisrawa sedikit agak terkejut. Sebagai seorang Brahmana, dia tak layak menolak permohonan siapapun juga yang minta berkah kepadanya, termasuk kepada penjahat sekalipun dia tak boleh menolak. Namun ketika berkah yang diharapkan dari Raja Gardapura itu agar bisa dijadikan penghantar untuk mempersunting Dewi Sukesi, hati Brahmana yang sudah faham berbagai macam Ilmu kasampurnan itu menjadi bergetar. Ragu. Karena kalau sampai karena berkah yang dia berikan kepada Prabu Gardapati itu bisa membuat keinginan Gardapati terlaksana, maka sama saja dia telah menggagalkan keinginan anak tunggalnya yang sedang jatuh cinta kepada puteri Prabu Sumali itu. Wisrawa membayangkan, goncangan apa yang akan terjadi di jiwa Danaraja, anak lelakinya, kalau sampai dia gagal melamar Dewi Sukesi, bahkan karena berkahnya Dewi Sukesi justru menjadi istri orang lain, yakni Prabu Gardapati, Raja di Gardapura, yang kalau dilihat tatarannya hanyalah raja di sebuah kerajaan kecil yang jauh di bawah kerajaan Lokapala yang dipimpin oleh anaknya itu.

 

Ingin rasanya Wisrawa marah dan menampar mulut Gardapati yang lancang itu, namun Wisrawa masih ingat, bahwa dalam hal ini tidak ada satupun kesalahan yang dilakukan oleh Raja negara Gardapura itu. Dia hanya meminta untuk diberkati, sedangkan berkah itu sendiri  ada padanya dan tak ada seorangpun yang mampu memaksan dirinya untuk memberikan berkahnya pada Prabu Gardapati. Maka Wisrawapun tak jadi marah, hanya saja berkali-kali dia menarik napas panjang, untuk menata hati dan Menyusun kalimat yang bijak sebagai jawaban atas permohonan Prabu Gardapati yang minta diberkati itu.

 

“Ma’afkan diriku Sang Prabu” akhirnya dengan suara yang rendah Wisrawa berkata “Aku minta Sang Prabu jangan salah memaknai berkah, karena sesungguhnya, yang namanya berkah itu tidak memiliki kekuatan apa-apa termasuk tidak serta merta membuat apa yang Anda inginkan tercapai setelah Anda aku berkati. Kethuilah Sang Prabu, yang bisa mengabulkan segala keinginan dan cita-cita setiap titah, itu hanyalah Hyang Maha Kawasa, sesembahan segenap titah dalam wujud apapun termasuk yang berwujud Dewa. Adapun berkah yang diberikan oleh Dewa dan para Brahmana kepada seseorang itu bisa terkabul atau tidaknya tergantung kemahaadilan Sang Hyang Maha Kawasa. Jadi kuharapkan Anda tidak usah terlalu berharap kepada yang Namanya berkah yang diberikan oleh siapapun termasuk dariku”.

 

“Ampun Sang Resi” Prabu Gardapati menyembah sambil berkata “aku tahu yang Anda sampaikan itu memang benar adanya, namun berkah itu sendiri bisa dijadikan lantaran dalam memohon kepada Sang Hyang Maha Kawasa. Aku menyadari betul, bahwa sebagai manusia biasa, kedudukanku sangat jauh dari Sang Hyang Maha Kawasa, karena jiwa dan ragaku banyak tercurahkan untuk mengejar kesenangan hidup di dunia ini saja, nama Sang Hyang Maha Kawasapun sangat jarang aku ucapkan, kecuali di saat-saat aku membutuhkan sesuatu yang aku tak mampu mewujudkannya. Berbeda dengan para Dewa dan para Brahmana termasuk Tuan sendiri yang cahaya Tuan tampak terpancar penuh wibawa, hal itu karena Tuan memiliki hubungan yang sangat erat dengan Sang Hyang Maha Kawasa, maka bila Tuan berkenan memberkatiku, diriku yang hina inipun akan terbalut oleh berkah yang Tuan berikan, sehingga Hyang Maha Kawasapun dengan segera berkenan memperhatikan diriku yang mudah dikenali lantaran berkah yang Tuan berikan”.

 

“Apa yang ada di pemikiran Anda itu sungguh sangat keliru Sang Prabu” Wisrawa menjawab perkataan Prabu Gardapati dengan nada yang serius.

 

“Pikiran yang mana yang keliru Tuan?” Gardapati balik bertanya.

 

“Semuanya tidak ada yang benar Prabu Gardapati” jawab Wisrawa “bahkan jalan pikiran Anda itu telah menyeret Anda untuk merendahkan Sang Hyang Maha Kawasa, Anda harus faham itu dan sebaiknya Anda segera mohon ampunan atas kesembronoan Anda yang telah menghina Sang Hyang Maha Kawasa itu”.

 

“Ampun Sang Resi” Prabu Gardapati menyembah lagi “sungguh tidak ada sedikitpun di hatiku untuk merendahkan Sang Hyang Maha Kawasa Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia itu. Namun Tuan telah menuduhku kalau aku telah menghinaNya, bisakah Tuan membuktikan kebenaran tuduhan Tuan padaku itu?”.

 

“Baiklah Sang Prabu” Wisrawa menjawab sambil tertawa “dengarkanlah baik-baik, akan kutunjukkan pada Anda bahwa Anda benar-benar telah menghina dan merendahkanNya. Di depan Anda mengakui bahwa sebagai titah biasa Anda memiliki hubungan yang tidak akrab dan tidak dekat dengan Sang Hyang Maha Kawasa, bahkan namaNya saja jarang Anda sebut, kecuali di saat Anda terbentur masalah yang sulit diatasi”.

 

“Benar, memang demikianlah keadaanku Tuan” sahut Gardapati memotong kalimat Wisrawa “apakah mengakui keadaanku yang seperti itu lantas menjadikan aku pantas dituduh menghinaNya?”.

 

“Nanti dulu, kalimatkupun belum selesai” sambil bersungut-sungut Wisrawa menjawab “dengarkan dulu, jangan tergesa membantah sebelum kalimatku berakhir”.

 

“Ma’afkan aku Tuan” Prabu Gardapati cepat-cepat minta maaf “silakan Tuan lanjutkan, aku akan mendengarkan”.

 

“Yang kedua” Wisrawa melanjutkan berkata “Anda meminta agar aku memberkati Anda, karena Anda mengira aku ini memiliki hubungan yang lebih akrab dengan Sang Hyang Maha Kawasa, inilah wujud penghinaan Anda pada Sang Hyang Maha Kawasa, karena secara tidak langsung Anda telah menuduh Sang Hyang Maha Kawasa mudah dikelabuhi dengan berkah titah-Nya, Anda telah menuduh Sang Hyang Maha Kawasa mudah dibujuk dan dirayu oleh makhlukNya, sehingga dengan mudahnya mengikuti untuk mengabulkan keinginan hamba-Nya yang hanya numpang berkah hambaNya yang lain. Itulah kekeliruan Anda Sang Prabu, kalau Sang Prabu berkenan mengikuti saran saya selaku seorang Brahmana, mohonlah pengampunanNya atas kesalahan yang ada di perkiraan Sang Prabu itu. Berusahalah untuk bisa mendekat padaNya, agar Dia berkenan memperhatikan apa yang menjadi keinginan Anda”.

 

Prabu Gardapati tertunduk lesu mendengar nasehat dan saran dari Wisrawa itu, nampaknya apa yang dikatakan Wisrawa telah dibenarkan pula oleh jalan pikirannya. Namun tak lama kemudian, Raja negara Gardapura itu kembali menengadahkan wajahnya, dan sambil tersenyum ramah diapun berkata :

 

“Terimakasih Panembahan, dengan segala rasa senang nasehat dari Sang Resi akan aku laksanakan. Namun sebagai seorang pendosa, saya tetap mohon pertolongan Panembahan, berkatilah diri ini, agar perjalanan ruhani saya untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Maha Kawasa dapat berjalan lancar, sehingga apa yang aku minta kepadaNyapun akan semakin mudah terkabulnya”.

 

 

 

Bersambung.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SENDHANG MUSTIKANING WARIH 8. (52)

  52.         Tiyang-tiyang ingkang wonten ing Pringgitan sampun boten kaget malih mireng wicantenipun Bebau Sumber makaten menika. Sadaya s...