03.
Raja
negara Gardapura itu menundukkan wajahnya sebentar, tak lama kemudian kembali menengadah
menatap Wisrawa, lalu sambil menyembah diapun menjawab :
“Seperti
yang telah kukatakan di depan, pastilah hanya karena menghormati pepatah bahwa
tidak baik jadinya kalau “ndhisiki kersa”, Tuan menayakan hal itu padaku.
Baiklah Sang Resi sesungguhnya kepergianku ini menuju negeri Langka atau negeri
Alengka, Adapun tujuanku ialah melamar putera Prabu Sumali yang bernama Sukesi
untuk kuangkat menjadi permaisuri di negaraku. Karena meskipun saat ini
istri-istriku sudah puluhan jumlahnya, namun ada satupun yang memenuhi syarat
untuk kuangkat menjadi Permaisuri. Adapun Dewi Sukesi, menurut wangsit yang diterima
ahli nujumku, entah siapapun suaminya kelak Dewi Sukesi akan melahirkan
putera-puteri yang semuanya memiliki kesaktian di atas rata-rata manusia dan
raksasa, bahkan kesaktian putera-puteri dewi Sukesi kelak bisa disejajarkan
dengan kesaktian Sang Hyang Surapati, Senapati Agung Kahyangan Jonggirisalaka.
Nah, setelah aku sampaikan dengan jujur apa yang Tuan tanyakan, sekarang aku
mohon Sang Resi segera berkenan memberiku berkah, agar keinginanku menyunting
Dewi Sukesi itu bisa terlaksana”.
Mendengar
jawaban Prabu Gardapati seperti itu, Resi Wisrawa sedikit agak terkejut. Sebagai
seorang Brahmana, dia tak layak menolak permohonan siapapun juga yang minta
berkah kepadanya, termasuk kepada penjahat sekalipun dia tak boleh menolak.
Namun ketika berkah yang diharapkan dari Raja Gardapura itu agar bisa dijadikan
penghantar untuk mempersunting Dewi Sukesi, hati Brahmana yang sudah faham berbagai
macam Ilmu kasampurnan itu menjadi bergetar. Ragu. Karena kalau sampai karena
berkah yang dia berikan kepada Prabu Gardapati itu bisa membuat keinginan
Gardapati terlaksana, maka sama saja dia telah menggagalkan keinginan anak
tunggalnya yang sedang jatuh cinta kepada puteri Prabu Sumali itu. Wisrawa
membayangkan, goncangan apa yang akan terjadi di jiwa Danaraja, anak lelakinya,
kalau sampai dia gagal melamar Dewi Sukesi, bahkan karena berkahnya Dewi Sukesi
justru menjadi istri orang lain, yakni Prabu Gardapati, Raja di Gardapura, yang
kalau dilihat tatarannya hanyalah raja di sebuah kerajaan kecil yang jauh di
bawah kerajaan Lokapala yang dipimpin oleh anaknya itu.
Ingin
rasanya Wisrawa marah dan menampar mulut Gardapati yang lancang itu, namun
Wisrawa masih ingat, bahwa dalam hal ini tidak ada satupun kesalahan yang
dilakukan oleh Raja negara Gardapura itu. Dia hanya meminta untuk diberkati,
sedangkan berkah itu sendiri ada padanya
dan tak ada seorangpun yang mampu memaksan dirinya untuk memberikan berkahnya
pada Prabu Gardapati. Maka Wisrawapun tak jadi marah, hanya saja berkali-kali
dia menarik napas panjang, untuk menata hati dan Menyusun kalimat yang bijak
sebagai jawaban atas permohonan Prabu Gardapati yang minta diberkati itu.
“Ma’afkan
diriku Sang Prabu” akhirnya dengan suara yang rendah Wisrawa berkata “Aku minta
Sang Prabu jangan salah memaknai berkah, karena sesungguhnya, yang namanya berkah
itu tidak memiliki kekuatan apa-apa termasuk tidak serta merta membuat apa yang
Anda inginkan tercapai setelah Anda aku berkati. Kethuilah Sang Prabu, yang
bisa mengabulkan segala keinginan dan cita-cita setiap titah, itu hanyalah
Hyang Maha Kawasa, sesembahan segenap titah dalam wujud apapun termasuk yang
berwujud Dewa. Adapun berkah yang diberikan oleh Dewa dan para Brahmana kepada
seseorang itu bisa terkabul atau tidaknya tergantung kemahaadilan Sang Hyang
Maha Kawasa. Jadi kuharapkan Anda tidak usah terlalu berharap kepada yang Namanya
berkah yang diberikan oleh siapapun termasuk dariku”.
“Ampun
Sang Resi” Prabu Gardapati menyembah sambil berkata “aku tahu yang Anda sampaikan
itu memang benar adanya, namun berkah itu sendiri bisa dijadikan lantaran dalam
memohon kepada Sang Hyang Maha Kawasa. Aku menyadari betul, bahwa sebagai
manusia biasa, kedudukanku sangat jauh dari Sang Hyang Maha Kawasa, karena jiwa
dan ragaku banyak tercurahkan untuk mengejar kesenangan hidup di dunia ini
saja, nama Sang Hyang Maha Kawasapun sangat jarang aku ucapkan, kecuali di
saat-saat aku membutuhkan sesuatu yang aku tak mampu mewujudkannya. Berbeda
dengan para Dewa dan para Brahmana termasuk Tuan sendiri yang cahaya Tuan
tampak terpancar penuh wibawa, hal itu karena Tuan memiliki hubungan yang
sangat erat dengan Sang Hyang Maha Kawasa, maka bila Tuan berkenan memberkatiku,
diriku yang hina inipun akan terbalut oleh berkah yang Tuan berikan, sehingga
Hyang Maha Kawasapun dengan segera berkenan memperhatikan diriku yang mudah
dikenali lantaran berkah yang Tuan berikan”.
“Apa
yang ada di pemikiran Anda itu sungguh sangat keliru Sang Prabu” Wisrawa
menjawab perkataan Prabu Gardapati dengan nada yang serius.
“Pikiran
yang mana yang keliru Tuan?” Gardapati balik bertanya.
“Semuanya
tidak ada yang benar Prabu Gardapati” jawab Wisrawa “bahkan jalan pikiran Anda
itu telah menyeret Anda untuk merendahkan Sang Hyang Maha Kawasa, Anda harus
faham itu dan sebaiknya Anda segera mohon ampunan atas kesembronoan Anda yang telah
menghina Sang Hyang Maha Kawasa itu”.
“Ampun
Sang Resi” Prabu Gardapati menyembah lagi “sungguh tidak ada sedikitpun di
hatiku untuk merendahkan Sang Hyang Maha Kawasa Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha
Mulia itu. Namun Tuan telah menuduhku kalau aku telah menghinaNya, bisakah Tuan
membuktikan kebenaran tuduhan Tuan padaku itu?”.
“Baiklah
Sang Prabu” Wisrawa menjawab sambil tertawa “dengarkanlah baik-baik, akan kutunjukkan
pada Anda bahwa Anda benar-benar telah menghina dan merendahkanNya. Di depan Anda
mengakui bahwa sebagai titah biasa Anda memiliki hubungan yang tidak akrab dan
tidak dekat dengan Sang Hyang Maha Kawasa, bahkan namaNya saja jarang Anda
sebut, kecuali di saat Anda terbentur masalah yang sulit diatasi”.
“Benar,
memang demikianlah keadaanku Tuan” sahut Gardapati memotong kalimat Wisrawa “apakah
mengakui keadaanku yang seperti itu lantas menjadikan aku pantas dituduh
menghinaNya?”.
“Nanti
dulu, kalimatkupun belum selesai” sambil bersungut-sungut Wisrawa menjawab “dengarkan
dulu, jangan tergesa membantah sebelum kalimatku berakhir”.
“Ma’afkan
aku Tuan” Prabu Gardapati cepat-cepat minta maaf “silakan Tuan lanjutkan, aku akan
mendengarkan”.
“Yang
kedua” Wisrawa melanjutkan berkata “Anda meminta agar aku memberkati Anda,
karena Anda mengira aku ini memiliki hubungan yang lebih akrab dengan Sang
Hyang Maha Kawasa, inilah wujud penghinaan Anda pada Sang Hyang Maha Kawasa,
karena secara tidak langsung Anda telah menuduh Sang Hyang Maha Kawasa mudah
dikelabuhi dengan berkah titah-Nya, Anda telah menuduh Sang Hyang Maha Kawasa
mudah dibujuk dan dirayu oleh makhlukNya, sehingga dengan mudahnya mengikuti
untuk mengabulkan keinginan hamba-Nya yang hanya numpang berkah hambaNya yang
lain. Itulah kekeliruan Anda Sang Prabu, kalau Sang Prabu berkenan mengikuti
saran saya selaku seorang Brahmana, mohonlah pengampunanNya atas kesalahan yang
ada di perkiraan Sang Prabu itu. Berusahalah untuk bisa mendekat padaNya, agar
Dia berkenan memperhatikan apa yang menjadi keinginan Anda”.
Prabu
Gardapati tertunduk lesu mendengar nasehat dan saran dari Wisrawa itu,
nampaknya apa yang dikatakan Wisrawa telah dibenarkan pula oleh jalan
pikirannya. Namun tak lama kemudian, Raja negara Gardapura itu kembali menengadahkan
wajahnya, dan sambil tersenyum ramah diapun berkata :
“Terimakasih
Panembahan, dengan segala rasa senang nasehat dari Sang Resi akan aku
laksanakan. Namun sebagai seorang pendosa, saya tetap mohon pertolongan
Panembahan, berkatilah diri ini, agar perjalanan ruhani saya untuk mendekatkan
diri kepada Sang Hyang Maha Kawasa dapat berjalan lancar, sehingga apa yang aku
minta kepadaNyapun akan semakin mudah terkabulnya”.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar