04.
Resi
Wisrawa terhenyak sejenal mendengar perkataan Prabu Gardapati yang ternyata
memiliki kecerdasan berpikir itu, Raja Gardapura itu dengan cepatnya bisa
menangkap nasehat Wisrawa, lalu mengubah niatannya dalam mencari berkah
darinya. Kembali Wisrawa termangu dibuatnya, hati kecilnya mendorong untuk
memberkati Raja negeri Gardapura itu, namun nalarnya berkata lain. Nalar yang
dibalut nafsu mementingkan diri sendiri itu mengingatkan bahwa kalau sampai dia
memberkati Prabu Gardapati berarti dia telah siap untuk berkhianat kepada
kesanggupan yang telah disampaikan kepada anak tunggalnya, Prabu Danaraja.
Nalarpun mengingatkan, boleh jadi karena berkah darinya Prabu Gardapati akan
berhasil memperistri Dewi Sukesi dan dengan demikian berarti Danaraja, anaknya
sendiri, menjadi terkalahkan oleh Raja negeri Gardapura tersebut. Agak lama batin
Resi Wisrawa berdebat hebat, dia harus memilih mana yang harus diutamakan dalam
menjalankan darma, yakni darmaning asepuh yang harus membantu anak satu-satunya
agar berhasil menyunting seorang putri untuk dijadikan istri, dan darmaning
brahmana yang harus memberkati sipapapun juga yang sudah berniat untuk menjadi
kawulaning gusti dan berusaha untuk mendekat kepada Sang Hyang Maha Kawasa.
Setelah
cukup lama merenung, akhirnya pilihanpun jatuh pada kecintaan orang tua pada
anaknya. Resi Wisrawa memutuskan untuk menolak permohonan Prabu Gardapati yang
minta diberkati.
“Terpaksa
aku harus mohon maaf padamu Sang Prabu” berkata Resi Wisrawa setelah diam agak
lama “aku terpaksa tidak bisa memenuhi keinginan Anda untuk aku berkati, bahkan
aku sarankan pada Anda, agar Anda mengurungkan niat untuk melamar puteri Prabu
Sumali itu, lebih baik jika Anda segera pulang ke negeri Gardapura. Anda bisa
mencari wanita lain untuk Anda angkat menjadi Permaisuri”.
Prabu
Gardapati terkejut mendengar jawaban Resi Wisrawa yang seperti itu. Sambil
memandang wajah Resi Wisrawa, dia mencoba untuk bertanya :
“Maaf
Sang Resi, keberangkatanku dari rumah ini karena aku mengikuti saran dari
Nujumku agar memperistri Dewi Sukesi dan mengangkatnya menjadi Permaisuri
Gardapura. Tetapi di sini justru Sang Resi memberiku nasehat dengan saran yang
bertolak belakang dengan saran nujum negeri Gardapura, apa yang menjadi alas an
Sang Resi memberiku nasehat dan saran tersebut?”.
“Baiklah
Sang Prabu” jawab Resi Wisrawa “aku harus berterus terang padamu, sesungguhnya akupun
akan menuju negeri Langka dan akupun berniat untuk meminang Dewi Sukesi pada
Prabu Sumali……..”
“Apa?”
Prabu Gardapati memotong perkataan Resi Wisrawa dengan suara yang agak keras “Anda
sebagai seorang Brahmana yang telah setua ini mau melamar seorang Puteri yang
masih gadis? Apakah aku tidak salah dengar Sang Resi?”.
“Jangan
keliru Sang Prabu” Resi Wisrawa menjawab sambil tersenyum “aku meminang Dewi
Sukesi bukan untukku sendiri, aku sudah tua dan sudah pernah menikah bahkan
sudah dikarunia seorang putera yang usianya tidak bertaut jauh dengan usia
Anda, dialah Prabu Danaraja Raja Negeri Lokapala, untuk puteraku itulah aku
melamar Dewi Sukesi, aku ingin Dewi Sukesi menjadi istri puteraku sekaligus
menjadi Permaisuri Negeri Lokapala”.
Tiba-tiba
Prabu Gardapati yang semula duduk bersimpuh di tanah, berdiri. Lalu ditatapnya
wajah Resi Wisrawa dengan berani.
“Jadi
hanya karena itu Anda tak mau memberkati diriku?” dengan suara dingin Prabu
Gardapati bertanya.
“Ya”
jawab Wisrawa pendek,
“Ha
ha ha ……” Raja negara Gardapaura itu tiba-tiba tertawa, lalu berkata “maafkan
aku Resi Wisrawa, dengan sangat terpaksa aku cabut rasa hormatku pada Anda. Karena
ternyata aku sudah salah sangka, Anda tak lebih dari manusia yang berjiwa
rendah, namun berani berpakaian layaknya seorang Brahmana. Anda tidak layak
menyebut diri sebagai Resi, karena Anda masih mementingkan kebutuhan diri
sendiri, kebutuhan keduniawiyahan yang taka da sangkut pautnya dengan darma
seorang brahmana. Sekarang dengarkanlah, aku akan berkata padamu : kalau tadi
Anda telah menyarankan agar aku pulang saja dan mengurungkan niatku melamar
Dewi Sukesi, maka saat ini juga saran Anda itu aku kembalikan, pulanglah ke
Girijembangan lanjutkanlah pertaubatanmu kepada Sang Hyang Maha Kawasa, buang
jauh-jauh rasa inginmu menjadikan Dewi Sukesi menjadi menantumu, karena
ketahuilah sungguh bukan anakmu itu yang ditakdirkan oleh Jawata menjadi suami
Dewi Sukesi, melainkan diriku inilah orangnya yang akan menjadi suami puteri
negeri Langka itu”.
Gemertak
gigi Resi Wisrawa menahan amarah yang membakar jantungnya. Perkataan Prabu
Gardapati itu dirasakan sebagai hinaan yang keji kepadanya. Namun Resi dari
pertapaan Girijembangan itu masih menahan diri, disabar-sabarkan hatinya yang
sedang menyala.
“Prabu
Gardapati” dengan suara yang dibuat dengan suara biasa Resi Wisrawa berkata “memang
harus kuakui, sebagai manusia aku masih memiliki rasa cinta kepada anakku
satu-satunya dan berusaha mencarikan istri yang layak buat anak itu tidaklah
bertentangan dengan darma seorang brahmana. Adanya aku tak mau memberkati
dirimu, itu karena aku sudah terlebih dulu menyanggupi keinginan anakku sebelum
bertemu denganmu di sini ini tadi, jadi tidak dapat disalahkan bila terpaksa
aku menolak permintaanmu. Adapun saranku padamu untuk mengurungkan niat dan
pulang ke Gardapura, itu hanyalah sekedar saran, aku tak akan memaksa Anda
untuk mematuhinya ………..”.
“Berbeda
dengan saranku padamu Resi Wisrawa” Gardapati memotong perkataan Resi Wisrawa “saranku
tadi justru wajib untuk Anda jalankan, khusunya yang berkaiatan agar
mengurungkan niat datang ke negeri Langka. Dan aku siap memaksa Anda untuk
membatalkan niat Anda melamar Dewi Sukesi, ya memaksa Anda dengan cara apapun
juga”.
“Anda
berani memaksaku Prabu Gardapati?” tanya Wisrawa dengan nada keras karena
marahnya “berarti Anda telah menantang Resi Wisrawa?”.
“Tidak
ada pilihan lain Resi Wisrawa” jawab Prabu Gardapati sambil menyingsingkan kain
panjangnya “siapapun yang menjadi pesaingku untuk mendapatkan Dewi Sukesi harus
kusingkirkan, kalau perlu harus kumusnahkan dari muka bumi ini agar tidak
selalu merintangiku, termasuk dirimu”.
Meskipun
sudah menjadi Brahmana, namun Resi Wisrawa adalah mantan seorang raja, mantan
prajurit dan senapati perang yang tak pernah terkalahkan, sudah terbiaasa berkelahi
melawan segala macam musuh, baik berupa manusia maupun raksasa. Maka mendengar
tantangan dari Prabu Gardapati seperti itu, taka da sedikitpun rasa jerih di
hatinya. Bahkan darah mudanya Kembali memanas, jantungnya terasa seperti
terbakar dibuatnya. Segera dia menambatkan kudanya di batang perdu yang tak
jauh dari tempatnya, lalu hanya dengan sekalim loncatan dia sudah berdiri di
hadapan Prabu Gardapati.
Tiba-tiba
dari barisan pasukan negara Gardapura itu, berloncatan lima orang prajurit dengan
senjata di tangan mengepung Resi Wisrawa.
“Baiklah
kalau ternyata kalian sudah tanggap” Prabu Gardapati berdesis kepada kelima
prajurit yang baru datang itu.
“Kami
siap dan menunggu dhawuh Paduka Gusti” sahut salah seorang dari kelima prajurit
itu.
“Singkirkan
tua bangka tak tahu malu itu!” Prabu Gardapati memberi perintah “kalau
terpaksa boleh kalian kirimkan dia ke dasar
neraka biar bangkainya menjadi makanan binatang buas di hutan ini”.
“Dhawuh
Paduka siap kami laksanakan” jawab prajurit tadi dengan hormatnya.
Gardapatipun
kemudian menyingkir agak menjauh, memberikan ruang kepada prajuritnya untuk
bertindak mengusir Resi Wisrawa. Kelima prajurit itupun kemudian segera merapat
mendekati Resi Wisrawa yang juga sudah siaga dengan sikap sempurna.
“Hai
orang tua, ketahuilah!” salah seorang prajurit yang tampaknya berpangkat paling
tinggi mulai bicara pada Wisrawa “aku dan keempat orang ini adalah Senapati
pengawal Kerajaan Gardapura, namaku Tumenggung Sabukgada, lalu siapakah engkau
ini wahai orang tua yang tak tahu diri ini?”.
bersambung
kawula taksih mawantu antu seratan2 panjenengan selajengipun, matur sembah nuwun
BalasHapus